Bagi
masyarakat Jawa makam merupakan tempat yang dianggap suci dan pantas dihormati.
Makam sebagai tempat peristirahatan bagi arwah nenek moyang dan keluarga yang
telah meninggal. Keberadaan makam dari tokoh tertentu menimbulkan daya tarik
bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas ziarah dengan berbagai motivasi.
Kunjungan ke makam pada dasarnya merupakan tradisi agama Hindu yang pada masa
lampau berupa pemujaan terhadap roh leluhur. Candi pada awalnya adalah tempat
abu jenazah raja raja masa lampau dan para generasi penerus mengadakan pemujaan
di tempat itu. Makam, terutama makam tokoh sejarah, tokoh mitos, atau tokoh
agama, juga merupakan tujuan wisata rohani yang banyak dikunjungi wisatawan
baik dalam negeri maupun luar negeri.
Ziarah
makam merupakan satu dari sekian tradisi yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
Jawa. Berbagai maksud dan tujuan maupun motivasi selalu menyertai aktivitas
ziarah. Ziarah kubur yang dilakukan oleh orang Jawa ke makam yang dianggap
keramat sebenarnya akibat pengaruh masa Jawa-Hindu. Pada masa itu, kedudukan
raja masih dianggap sebagai titising dewa sehingga segala sesuatu yang
berhubungan dengan seorang raja masih dianggap keramat termasuk makam,
petilasan, maupun benda-benda peninggalan lainnya.
Kepercayaan
masyarakat pada masa Jawa-Hindu masih terbawa hingga saat ini. Banyak orang
beranggapan bahwa dengan berziarah ke makam leluhur atau tokoh – tokoh magis
tertentu dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Kisah keunggulan atau
keistimewaan tokoh yang dimakamkan merupakan daya tarik bagi masyarakat untuk
mewujudkan keinginannya. Misalnya dengan mengunjungi atau berziarah ke makam
tokoh yang berpangkat tinggi, maka akan mendapatkan berkah berupa pangkat yang
tinggi pula.
Bagi masyarakat Jawa, ziarah secara umum dilakukan pada pertengahan sampai akhir bulan Ruwah menjelang Ramadhan. Pada saat itu masyarakat biasanya secara bersama-sama satu dusun atau satu desa maupun perorangan dengan keluarga terdekat melakukan tradisi ziarah ke makam leluhur. Kegiatan ziarah ini secara umum disebut nyadran. Kata nyadran berarti slametan (sesaji) ing papan kang kramat.
Bagi masyarakat Jawa, ziarah secara umum dilakukan pada pertengahan sampai akhir bulan Ruwah menjelang Ramadhan. Pada saat itu masyarakat biasanya secara bersama-sama satu dusun atau satu desa maupun perorangan dengan keluarga terdekat melakukan tradisi ziarah ke makam leluhur. Kegiatan ziarah ini secara umum disebut nyadran. Kata nyadran berarti slametan (sesaji) ing papan kang kramat.
Selamatan
(memberi sesaji) di tempat yang angker /keramat.
Kata nyadran juga memiliki pengertian lain yaitu slametan ing sasi Ruwah nylameti para leluwur (kang lumrah ana ing kuburan utawa papan sing kramat ngiras reresik tuwin ngirim kembang) selamatan di bulan Ruwah menghormati para leluhur (biasanya di makam atau tempat yang keramat sekaligus membersihkan dan mengirim bunga).
Di daerah-daerah yang mempunyai tempat bersejarah, agak berbau angker, pantai-pantai, goa-goa, yang punya kisah tersendiri biasanya mempunyai upacara adat yang disebut nyadran. Tak ubahnya dengan makna upacara-upacara adat yang lain, nyadran ini juga mengandung makna religius. Ada yang dengan jalan memasang sesaji di tempat itu selama tiga hari berturut turut, ada yang dengan cara melabuh makanan yang telah ‘diramu’ dengan berbagai macam kembang. Ada pula yang mengadakan kenduri dengan makanan makanan yang enak, lalu diadakan pertunjukan besar-besaran dan sebagainya.
Kebiasaan mengunjungi makam sebenarnya merupakan pengaruh dari kebiasaan mengunjungi candi atau tempat suci lainnya di masa dahulu dengan tujuan melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kebiasaan ini semakin mendalam jika yang dikunjungi adalah tokoh yang mempunyai kharisma tertentu, mempunyai kedudukan tertentu seperti raja, ulama, pemuka agama, tokoh mistik, dan sebagainya. Dengan berkembangnya jaman, berkembang pula pemahaman manusia tentang ziarah, bahkan muncul berbagai maksud, tujuan, motivasi maupun daya tarik dari aktivitas ziarah ini.
Kata nyadran juga memiliki pengertian lain yaitu slametan ing sasi Ruwah nylameti para leluwur (kang lumrah ana ing kuburan utawa papan sing kramat ngiras reresik tuwin ngirim kembang) selamatan di bulan Ruwah menghormati para leluhur (biasanya di makam atau tempat yang keramat sekaligus membersihkan dan mengirim bunga).
Di daerah-daerah yang mempunyai tempat bersejarah, agak berbau angker, pantai-pantai, goa-goa, yang punya kisah tersendiri biasanya mempunyai upacara adat yang disebut nyadran. Tak ubahnya dengan makna upacara-upacara adat yang lain, nyadran ini juga mengandung makna religius. Ada yang dengan jalan memasang sesaji di tempat itu selama tiga hari berturut turut, ada yang dengan cara melabuh makanan yang telah ‘diramu’ dengan berbagai macam kembang. Ada pula yang mengadakan kenduri dengan makanan makanan yang enak, lalu diadakan pertunjukan besar-besaran dan sebagainya.
Kebiasaan mengunjungi makam sebenarnya merupakan pengaruh dari kebiasaan mengunjungi candi atau tempat suci lainnya di masa dahulu dengan tujuan melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kebiasaan ini semakin mendalam jika yang dikunjungi adalah tokoh yang mempunyai kharisma tertentu, mempunyai kedudukan tertentu seperti raja, ulama, pemuka agama, tokoh mistik, dan sebagainya. Dengan berkembangnya jaman, berkembang pula pemahaman manusia tentang ziarah, bahkan muncul berbagai maksud, tujuan, motivasi maupun daya tarik dari aktivitas ziarah ini.
Ziarah
Sebagai Ungkapan Doa Bagi Arwah Leluhur
Secara umum ziarah yang dilakukan menjelang bulan Ramadhan bagi masyarakat Jawa mempunyai maksud untuk mendoakan arwah leluhur mereka. Masyarakat biasanya secara bersama-sama mengadakan kerja bakti membersihkan makam desa atau dusun dengan segala tradisi dan adat kebiasaan yang berlaku secara turun temurun. Ada juga yang dilengkapi dengan mengadakan kenduri bersama di makam, atau di rumah kepala dusun mereka. Pada umumnya mereka mengadakan sesaji dengan tidak lupa membuat kolak dan apem. Tradisi ini biasa disebut ruwahan, sesuai dengan bulan diadakannya yaitu bulan Ruwah.
Bagi keluarga-keluarga tertentu biasanya telah diadakan kesepakatan untuk nyadran pada hari ke berapa dalam bulan Ruwah tersebut. Mereka yang berada jauh dari makam selalu menyempatkan diri untuk dapat bersama-sama mengunjungi makam keluarga mereka. Pada waktu ziarah tidak lupa mereka juga membawa bunga tabor untuk ditaburkan ke pusara makam keluarga mereka. Setiap keluarga biasanya mengajak serta anggota keluarga supaya mereka mengetahui dan mengenal para leluhur yang telah dimakamkan di situ. Adanya tradisi nyadran ini menimbulkan berbagai aktivitas yang muncul hanya pada saat tertentu yaitu hari-hari menjelang masyarakat melakukan kegiatan nyadran.
Secara umum ziarah yang dilakukan menjelang bulan Ramadhan bagi masyarakat Jawa mempunyai maksud untuk mendoakan arwah leluhur mereka. Masyarakat biasanya secara bersama-sama mengadakan kerja bakti membersihkan makam desa atau dusun dengan segala tradisi dan adat kebiasaan yang berlaku secara turun temurun. Ada juga yang dilengkapi dengan mengadakan kenduri bersama di makam, atau di rumah kepala dusun mereka. Pada umumnya mereka mengadakan sesaji dengan tidak lupa membuat kolak dan apem. Tradisi ini biasa disebut ruwahan, sesuai dengan bulan diadakannya yaitu bulan Ruwah.
Bagi keluarga-keluarga tertentu biasanya telah diadakan kesepakatan untuk nyadran pada hari ke berapa dalam bulan Ruwah tersebut. Mereka yang berada jauh dari makam selalu menyempatkan diri untuk dapat bersama-sama mengunjungi makam keluarga mereka. Pada waktu ziarah tidak lupa mereka juga membawa bunga tabor untuk ditaburkan ke pusara makam keluarga mereka. Setiap keluarga biasanya mengajak serta anggota keluarga supaya mereka mengetahui dan mengenal para leluhur yang telah dimakamkan di situ. Adanya tradisi nyadran ini menimbulkan berbagai aktivitas yang muncul hanya pada saat tertentu yaitu hari-hari menjelang masyarakat melakukan kegiatan nyadran.
Aktivitas
yang dapat dikatakan insidental ini seperti misalnya penjualan bunga tabur yang
meningkat tajam pada hari-hari sejak pertengahan bulan Ruwah. Hal ini
dikarenakan masyarakat yang nyadran sudah dipastikan akan memerlukan bunga
tabor untuk nyekar di makam leluhur mereka. Karenanya tidak aneh apabila pada
saat-saat itu penjual bunga mulai marak, baik penjual yang memang biasanya
sehari-hari berjualan bunga ataupun penjual bunga tiban, mereka hanya berjualan
bunga pada saat-saat hari ramai nyekar.
Terkait dengan tradisi nyekar atau nyadran ini muncul pula aktivitas lain berupa jasa tenaga membersihkan makam. Di berbagai makam muncul para penyedia jasa untuk membersihkan makam keluarga tertentu dengan sedikit imbalan. Mereka biasanya berada di sekitar makam dan membersihkan makam bagi keluarga yang datang untuk ziarah.
Terkait dengan tradisi nyekar atau nyadran ini muncul pula aktivitas lain berupa jasa tenaga membersihkan makam. Di berbagai makam muncul para penyedia jasa untuk membersihkan makam keluarga tertentu dengan sedikit imbalan. Mereka biasanya berada di sekitar makam dan membersihkan makam bagi keluarga yang datang untuk ziarah.
Dalam
hal ini tradisi ziarah mempunyai fungsi untuk mengingatkan kita yang masih
hidup bahwa suatu saat kematian akan kita alami. Selain itu juga seperti telah
disebutkan dalam uraian di atas, bahwa ziarah makam akan menimbulkan ikatan
batin antara yang masih hidup dengan leluhur yang telah meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar