Kamis, 05 Desember 2013

nyadran



Tradisi NYADRAN yang Hilang Seiring Kemajuan Zaman 

 Makam atau kuburan, bagi sebagian orang sangat ditakuti dan dijauhi. Manusia modern mungkin berfikiran bahwa tidak ada gunanya berhubungan dengan orang yang sudah mati. Tapi itu pemikiran manusia masa kini, padahal nenek moyang kita mewariskan suatu tradisi yang amat dekat dengan kuburan dan leluhur. Nyadran adalah salah satu bentuk tradisi itu.
Di Jawa, setiap menjelang puasa Ramadhan ada tradisi masyarakat yang disebut Nyadran atau sadranan. Tradisi yang biasanya dilakukan bulan Ruwah ( kalender Jawa) ini memiliki tujuan untuk mengungkapkan rasa syukur atas segala nikmat yang telah dirasakan. Rasa syukur itu berupa ucapan terima kasih yang dilakukan dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu desa. Akan tetapi, tradisi nyadran ini tidak selalu dilakukan pada bulan Ruwah, dapat dilakukan di bulan lain tergantung kesepakatan bersama oleh warga. Pada hari yang telah ditentukan, setiap keluarga berbondong-bondong menuju makam sambil membawa sesuatu yang berisi bunga tujuh rupa dan sesajen. Sampai di makam, para warga bersama-sama membersihkan makam, kemudian melakuan prosesi doa yang dipimpin oleh seorang sesepuh warga. Inti doa itu adalah mengungkapkan rasa syukur. Tradisi nyadran ini memang bisa bertentangan dengan agama atau religi tertentu yang menjadi keyakinan masyarakat pada umumnya.
Dalam tradisi nyadran, bisa dilakukan di bawah pohon besar, atau tempat yang terkenal angker, sehingga menimbulkan kesan bahwa nyadran ini merupakan tradisi untuk menyembah roh-roh tertentu yang dianggap menguasai alam, dan dianggap sebagai sesuatu yang menduakan Tuhan. Ini menjadi salah satu sebab mengapa tradisi nyadran yang dulu meriah semakin tenggelam dari permukaan. Generasi saat ini untuk meneruskan tradisi nyadran sangatlah susah, karena tradisi ini memang cukup bertentangan dengan yang dianut masyarakat modern. Masyarakat modern berfikir kalau berdoa hanya kepada Tuhan, dan bisa dilakukan dimana saja, tidak harus dikuburan. Padahal jika dipikirkan secara lebih dalam, banyak kebaikan yang bisa diambil dari tradisi nyadran. Berkumpulnya seluruh anggota keluarga untuk bersama-sama mengingat jasa para leluhur mereka yang sudah tidak ada merupakan sebuah kebiasaan yang baik. Membersihkan makam leluhur dari rumput-rumput dan tanaman-tanaman yang merusak keindahan makam terkesan tidak penting, namun tidak banyak lagi dari kita yang melakukannya, bukan? Banyak orang yang lebih memilih untuk nitip kepada juru kunci makam dengan memberi uang sekedarnya agar makam keluarga mereka tetap bersih terawat. Alasan yang lain adalah sibuk, tidak ada waktu pulang kampung, dan anggapan tidak penting, mendorong generasi masa kini melupakan tradisi membersihkan makam tersebut. Padahal, jika kita mau melakukan dengan ikhlas pada momen apapun kita akan mendapatkan pelajaran dari itu.
Tradisi seperti nyadran atau bentuk-bentuk ziarah makam yang lain, sebenarnya bisa menyadarkan kita, nyadran juga memiliki kekuatan untuk meneguhkan kembali jatidiri dan identitas kita sebagai manusia. Rasa syukur dan terima kasih yang mungkin tidak sempat diungkapkan kepada nenek, kakek, atau leluhur kita semasa mereka hidup tidak salah kalau tetap dicurahkan walaupun mereka sudah meninggal. Terlepas apakah doa dan permohonan maaf kita sampai atau tidak, sesajen dimakan atau tidak oleh arwah leluhur, dan tempat nyadran angker atau tidak, semuanya kembali kepada niat dan tujuan yang ada pada hati masing-masing. Setidaknya, kesadaran dan kesehatan jiwa perlu dijaga dengan pengakuaan terhadap kematian yang juga akan datang pada kita. Apalagi jika dilakukan dalam suasana penuh keakraban, keceriaan, dan gotong royong bersama keluarga dan tetangga, tentu saja momen ini patut dipelihara. Dengan demikian hubungan antara masa lalu dan masa kini, alam dunia dan alam lainya bisa lebih harmonis dan selaras. Maka dari itu dapat disimpulkan,bahwa tradisi nyadran ini tidak boleh hilang seiring kemajuan zaman, tradisi nyadran harus tetap ada karena ini adalah salah satu tradisi budaya yang patut dilestarikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar