Tradisi NYADRAN yang Hilang Seiring Kemajuan Zaman
Makam
atau kuburan, bagi sebagian orang sangat ditakuti dan dijauhi. Manusia modern
mungkin berfikiran bahwa tidak ada gunanya berhubungan dengan orang yang sudah
mati. Tapi itu pemikiran manusia masa kini, padahal nenek moyang kita
mewariskan suatu tradisi yang amat dekat dengan kuburan dan leluhur. Nyadran adalah salah satu bentuk tradisi
itu.
Di
Jawa, setiap menjelang puasa Ramadhan ada tradisi masyarakat yang disebut Nyadran atau sadranan. Tradisi yang biasanya dilakukan bulan Ruwah ( kalender
Jawa) ini memiliki tujuan untuk mengungkapkan rasa syukur atas segala nikmat
yang telah dirasakan. Rasa syukur itu berupa ucapan terima kasih yang dilakukan
dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu desa. Akan
tetapi, tradisi nyadran ini tidak selalu
dilakukan pada bulan Ruwah, dapat dilakukan di bulan lain tergantung
kesepakatan bersama oleh warga. Pada hari yang telah ditentukan, setiap
keluarga berbondong-bondong menuju makam sambil membawa sesuatu yang berisi
bunga tujuh rupa dan sesajen. Sampai di makam, para warga bersama-sama
membersihkan makam, kemudian melakuan prosesi doa yang dipimpin oleh seorang
sesepuh warga. Inti doa itu adalah mengungkapkan rasa syukur. Tradisi nyadran ini memang bisa bertentangan
dengan agama atau religi tertentu yang menjadi keyakinan masyarakat pada
umumnya.
Dalam
tradisi nyadran, bisa dilakukan di
bawah pohon besar, atau tempat yang terkenal angker, sehingga menimbulkan kesan
bahwa nyadran ini merupakan tradisi
untuk menyembah roh-roh tertentu yang dianggap menguasai alam, dan dianggap
sebagai sesuatu yang menduakan Tuhan. Ini menjadi salah satu sebab mengapa
tradisi nyadran yang dulu meriah
semakin tenggelam dari permukaan. Generasi saat ini untuk meneruskan tradisi nyadran sangatlah susah, karena tradisi
ini memang cukup bertentangan dengan yang dianut masyarakat modern. Masyarakat
modern berfikir kalau berdoa hanya kepada Tuhan, dan bisa dilakukan dimana
saja, tidak harus dikuburan. Padahal jika dipikirkan secara lebih dalam, banyak
kebaikan yang bisa diambil dari tradisi nyadran.
Berkumpulnya seluruh anggota keluarga untuk bersama-sama mengingat jasa para
leluhur mereka yang sudah tidak ada merupakan sebuah kebiasaan yang baik.
Membersihkan makam leluhur dari rumput-rumput dan tanaman-tanaman yang merusak
keindahan makam terkesan tidak penting, namun tidak banyak lagi dari kita yang
melakukannya, bukan? Banyak orang yang lebih memilih untuk nitip kepada juru
kunci makam dengan memberi uang sekedarnya agar makam keluarga mereka tetap
bersih terawat. Alasan yang lain adalah sibuk, tidak ada waktu pulang kampung,
dan anggapan tidak penting, mendorong generasi masa kini melupakan tradisi
membersihkan makam tersebut. Padahal, jika kita mau melakukan dengan ikhlas
pada momen apapun kita akan mendapatkan pelajaran dari itu.
Tradisi
seperti nyadran atau bentuk-bentuk
ziarah makam yang lain, sebenarnya bisa menyadarkan kita, nyadran juga memiliki kekuatan untuk meneguhkan kembali jatidiri
dan identitas kita sebagai manusia. Rasa syukur dan terima kasih yang mungkin
tidak sempat diungkapkan kepada nenek, kakek, atau leluhur kita semasa mereka
hidup tidak salah kalau tetap dicurahkan walaupun mereka sudah meninggal.
Terlepas apakah doa dan permohonan maaf kita sampai atau tidak, sesajen dimakan
atau tidak oleh arwah leluhur, dan tempat nyadran
angker atau tidak, semuanya kembali kepada niat dan tujuan yang ada pada hati
masing-masing. Setidaknya, kesadaran dan kesehatan jiwa perlu dijaga dengan
pengakuaan terhadap kematian yang juga akan datang pada kita. Apalagi jika
dilakukan dalam suasana penuh keakraban, keceriaan, dan gotong royong bersama
keluarga dan tetangga, tentu saja momen ini patut dipelihara. Dengan demikian
hubungan antara masa lalu dan masa kini, alam dunia dan alam lainya bisa lebih
harmonis dan selaras. Maka dari itu dapat disimpulkan,bahwa tradisi nyadran ini tidak boleh hilang seiring
kemajuan zaman, tradisi nyadran harus
tetap ada karena ini adalah salah satu tradisi budaya yang patut dilestarikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar