Lahirnya Gathutkaca
.
Bermula dari kegalauan hati Sang Prabu Nagapercona mengenai
pendamping hidupnya. Sang Prabu cemburu dengan rakyatnya yang bersenda gurau
dengan istri-istri mereka. Dipanggilah Patih Sekipu dan Sang Prabu Nagapercona
membabarkan isi hatinya dan mengatakan bahwa ia ingin meminang Dewi Supraba.
Patih Sekipu menyarankan untuk meminta bantuan dari Emban Sekarlaras karena
dikenal banyak akalnya. Setelah menerima perintah, berangkatlah Emban Serlaras
ke Jonggringsalaka untuk menyampaikan lamaran Sang Prabu kepada Dewi Supraba.
Batara Guru penguasa Jonggringsalaka merasa alamat buruk dan mengundang para
Dewa untuk rapat. Dan meminta penjagaan diperketat.
Emban Sekarlaras pun tiba di Suralaya dan dihadang oleh para
dewa. Walaupun Emban Sekarlaras telah menerangkan siapa dirinya dan meminta
dipertemukan dengan Batara Guru namun para dewa penjaga tidak mengindahkan dan
mengusir Emban Sekarlaras. Pertarungan pun tak dapat dihindari. Dengan
kesaktian yang dimiliki Emban Sekarlaras, para dewa pun tidak berkutik
melawannya. Akhirnya Batara Bayu turun tangan dan mengerahkan angin topan yang
menerbangkan tubuh Emban Sekarlaras hingga jatuh ke bumi.
Di Gilingwesi, Prabu Nagapercona dan Patihnya membahas
kemungkinan yang mungkin terjadi. Tiba-tiba seorang hulubalang melaporkan bahwa
Emban Sekarlaras jatuh dari langit. Raja Gilingwesi dan Patih Sekipu segera
mencarinya dan ternyata Sekarlaras hanya pingsan. Tidak lama kemudian
Sekarlaras siuman dan menceritakan peristiwa yang dialami dan dari muka Prabu
tampak api murka karena penghinaan para dewa. Segera Sang Patih disuruh
menyiapkan tentara raksasa pilihan dan berangkatlah mereka ke Jonggringsalaka.
Setiba di Repat Kepanasan, pasukana raksasa dari Gilingwesi dihentikan oleh
para dewa.
Patih Sekipu meminta dipertemukan dengan Batara Guru, namun
Batara Bayu menolak dan panas hatilah Patih Sekipu dan diseranglah para dewa
yang sedang menjaga Repat Kepanasan. Korban di kedua belah pihak tidak bisa
dihindari, lama kelamaan pasukan para dewa semakin lemah dan tidak kuat
membendung kekuatan raksasa Gilingwesi. Dan mundurlah pasukan dewa pimpinan
Dewa Bayu menuju Selamanangkep. Dan bersembunyi di dalam benteng kokoh. Mundurnya
pasukan Batara Bayu dilaporkan ke Batara Guru oleh Batara Narada. Batara Guru
memerintahkan supaya Batara Narada turun ke mayapada untuk memberikan sejata
Konta kepada Arjuna yang ditugaskan oleh Raden Bratasena untuk mencari senjata yang dapat memotong tali pusar Jabang
Tutuka.
Diceritakan bahwa Jabang Tutuka telah berumur tiga tahun.
Tapi belum ada senjata yang dapat memotong tali pusarnya. Dan dikatakan juga
hanya dengan senjata Konta saja yang bisa memotong tali pusar Jabang Tutuka.
Batara Guru percaya hanya Jabang Tutuka seorang yang dapat menyingkirkan Prabu
Nagapercona dan menyelamatkan Suralaya. Tesebutlah sebuah negara Tablakancana
(Petapralaya) yang dikuasai oleh Prabu Begawan Redaya. Ia mempunyai seorang
anak bernama Bambang Aradea. Pada suatu hari Prabu Begawan Redaya ribut dengan
Bambang Aradea karena perilaku Raden Aradea yang selalu mencari masalah.
Setelah ribut-ribut itu Raden Aradea mengambil keputusan untuk berpetualang.
Kebetulan pada waktu itu, Batara Narada lagi melintas di atas hutan tempat Raden
Aradea sedang beristirahat. Batara Narada yang sedang mencari Arjuna melihat
Raden Aradea yang sangat mirip dengan Arjuna dan dihampirilah Raden Aradea. Dan
berceritalah Batara Narada mengenai tugas yang diembannya. Raden Aradea tahu
kalau Batara Narada salah orang dan Raden Aradea berpura-pura menjadi Arjuna.
Dan diserahkanlah pusaka Konta kepadanya. Kebetulan Raden Arjuna juga lagi di
hutan yang sama.
Di perjalanan pulang
ke Suralaya, Batara Narada bersua dengan rombongan Raden Arjuna. Terkejutlah
Batara Narada. Ternyata dia telah salah orang. Dan diceritakanlah apa yang
telah terjadi kepada Raden Arjuna. Semar segera mengetahui bahwa orang yang
mirip dengan Raden Arjuna adalah Raden Aradea. Setelah menceritakan semuanya, Batara
Narada langsung pulang ke Suralaya. Bergegaslah Raden Arjuna mencari Raden
Aradea. Setelah ketemu, Raden Aradea tidak mau mengakui bahwa ia telah menerima
Kunta dari Batara Narada. Kemudian terjadilah perang mulut. Karena tak mau
menyerahkan senjata Konta dan takut kesalahannya terbongkar, Raden Aradea
menghunuskan Keris Bantalpipi dan menyerang Raden Arjuna, namun Raden Arjuna
dapat menghindar. Walaupun Keris Bantalpipi Raden Aradea bisa dipukul jatuh
oleh Raden Arjuna. Kesaktian Raden Arjuna masih dibawah Raden Aradea. Pada satu
kesempatan Raden Aradea menyarangkan pukulan dan membuat Raden Arjuna pingsan.
Setelah mengambil kembali Keris Bantalpipi yang sempat
terjatuh, Raden Aradea pun memutuskan untuk minggat. Di saat itulah Raden
Aradea hendak melarikan diri, namun ketika ia mau melompat pergi, kakinya
dipegang oleh Raden Arjuna. Ia terjatuh dan terjadilah pergumulan. Keduanya
sama kuat dan dikisahkan pada saat pergumulan, Raden Arjuna sempat merebut
sarung senjata Kunta dari Raden Aradea sebelum Raden Aradea kabur ke dalam
kegelapan malam. Dengan kecewa Raden Arjuna pulang ke Amarta.
Di pagi hari menuju Amarta, rombongan Raden Arjuna
dikejutkan dengan munculnya Batara Narada. Batara Narada meminta maaf atas
kekeliruannya dan menjelaskan bahwa sarung Konta tetap berguna dan dapat
digunakan untuk memotong tali pusar Jabang Tutuka. Mendapat penjelasan dari
Batara Narada, Raden Arjuna memutuskan untuk berangkat ke Pringgandani. Di
Pringgandani, Raden Bratasena sedang pusing tujuh keliling memikirkan nasib anakanya
Jabang Tutuka yang sampai sekarang tali pusarnya belum terpotong. Raden Bratasena akhirnya memutuskan pergi ke Amarta untuk menemui adiknya
Raden Arjuna. Waktu hendak berangkat, Batara Kresna mengunjungi Pringgandani.
Dan Raden Bratasena meminta saran karena pikirannya sedang kacau. Batara Kresna
meminta Raden Bratasena supaya sabar dan ikhlas menerima semua itu karena semua itu
sudah rencana yang maha kuasa. Dan menghibur bahwa nantinya Jabang Tutuka akan
menjadi anak yang sakti mandraguna.
Karena gelisah akan nasib Jabang Tutuka dan Raden Arjuna
yang belum ada kabar beritanya, Prabu Darmakusuma, Raden Nakula, dan Raden Sadewa berangkat ke Pringgandani
untuk memberikan pertolongan untuk mencari Raden Arjuna. Tetapi dilarang oleh
Batara Kresna dan meminta semua untuk menunggu Raden Arjuna. Tak lama kemudian,
Raden Arjuna tiba di Pringgandani. Setelah sembah sujud kepada Prabu Darmakusuma, Raden Bratasena, dan Batara Kresna dan salam kepada Raden Sadewa dan Raden
Nakula. Raden Bratasena berteriak meminta Raden Arjuna menyerahkan senjata yang
dapat memotong tali pusar Jabang Tutuka.
Raden Arjuna dengan gugup menjelaskan bahwa yang didapatnya
bukan senjata tetapi hanya sarungnya. Meledaklah marah Raden Bratasena, hampir-hampir Raden Arjuna kena hajar. Untung ada Batara
Kresna yang mencegah dan meminta Raden Bratasena mendengar penjelasan Raden Arjuna. Sambil memperlihatkan
kuku Pancanaka-nya, Bratasena berjalan modar-mandir menanti penjelasan
dari Raden Arjuna. Arjuna pun menjelaskan dari awal sampai akhir peristiwa yang
dialaminya. Semua orang terkagum-kagum dengan sarung senjata Konta, hanya
Bratasena yang tidak percaya dengan keampuhannya. Tapi dengan telaten Batara
Kresna memberi nasihat supaya tali pusar Jabang Tutuka dicoba potong dengan
sarung Konta.
Akhirnya Raden Bratasena setuju dan semua yang diperlukan disiapkan. Sedangkan yang
lainnya berdoa. Batara Kresna yang ditugaskan untuk memotong tali pusar
anaknya. Tali pusar berhasil dipotong tapi kemudian hal yang ajaib terjadi.
Sarung Konta tertelan oleh tali pusar Jabang Tutuka. Hal ini membuat histeris
semua orang. Raden Bratasena bergegas menarik keluar sarung itu tapi semakin ditarik
semakin masuk ke dalam perut sang bayi. Akhirnya sarung itu masuk sepenuhnya ke
dalam perut Jabang Tutuka. Tak terbayangkan tentang kesedihan Dewi Arimbi. Mereka yang menyaksikan peristiwa tersebut tak dapat
berbuat apa-apa, selain memanjatkan doa dihatinya masing-masing. Yang
teredengar hanyalah tangisan Jabang Tutuka dan isak Dewi Arimbi yang menyayat hati Bratasena. Tiba-tiba lagi muncullah
Batara Narada yang datang melihat Jabang Tutuka. Dikatakan pada Raden Bratasena kalau di masa yang akan datang, Jabang Tutuka akan menjadi
sosok pahlawan yang disengani oleh kawan mau pun lawan. Dan diperingati pula
supaya hati-hati kalau perang tanding dengan Karna karena hanya senjata Konta
milik Karna yang dapat membinasakan Jabang Tutuka.
Waktu berjalan dari hari ber ganti hari, bulan berganti
bulan. Jabang Tutuka sekarang telah dapat berjalan dan sangat lincah. Semua
orang sangat senang dengan kelucuan Jabang Tutuka. Memang sudah kebiasaan
Batara Narada untuk datang dan pergi secara mendadak. Batara Narada muncul dihadapan
Jabang Tutuka yang lagi bermain dengan ayahnya. Dan Batara Narada mengatakan
bahwa sudah waktunya untuj Jabang Tutuka. Kata-kata itu membuat Bratasena heran
dan bertanya apa maksudnya. Dijelaskanlah oleh Batara Narada kalau dirinya
membawa tugas untuk meminjam Jabang Tutuka untuk membantu para dewa membasmi
keangkaramurkaan Prabu Nagapercona, karena dipercaya raja-raja bahkan dewa-dewa
tidak ada yang mampu menaklukkan Raden Nagapercona dan hanya Jabang Tutuka
seorang yang dapat menaklukkan Prabu Nagapercona.
Maka minta izinlah Batara Narada untuk meminjam Jabang
Tutuka untuk menghadapi Prabu Nagapercona. Logika saja mana mungkin seorang
anak kecil menghadapi musuh yang bahkan para dewa pun tidak sanggup melawan.
Bratasena marah kepada kehendak dewa dan mengatakan bahwa anaknya hanya akan
digunakan sebagai tumbal. Kebetulan tibalah Batara Kresna yang datang
berkunjung untuk menengok Jabang Tutuka. Dan Batara Kresna pun ditempatkan
sebagai penengah masalah yang rumit ini.
Batara Kresna berkata bahwa semua di dunia ini telah diatur
oleh Yang Esa. Kebetulan mereka semua medapatkan titipan untuk membina dan
menjaga Jabang Tutuka. Dan sekarang para dewata ingin meminjam Jabang Tutuka
untuk membasmi keangkaramurkaan. Tiba-tiba saja Jabang Tutuka berkata bahwa dia
ingin menjadi pahlawan. Akhirnya direlakanlah anaknya untuk membantu para
dewata demi kebaikan umat manusia. Bratasena melepaskan Jabang Tutuka dengan ancaman kalau anaknya
terluka, dia akan menyerang Suralaya. Sementara pasukan Prabu Nagapercona dan
pasukannya telah mengepung rapat Selamanangkep dan berusaha mendobrak pintu
benteng. Tetapi pintu benteng terlalu kokoh dan akhirnya Prabu Nagapercona
hanya bisa menunggu para dewa untuk keluar menghadapinya.
Sifat Prabu Nagapercona tidak sabaran, sambil menunggu dia
mencaci maki para dewa. Tiba-tida dari belakang batu gunung terdengan suara
tantangan yang ditujukan kepada Prabu Nagapercona. Prabu Nagapercona heran
siapa yang berani menghina dia. Dewa saja tidak berani. Di dekatilah tempat
asal suara tapi dia tidak ketemu dengan siapa-siapa. Lalu suara hinaan muncul
lagi balik batu gunung yang lain. Prabu Nagapercona mengejar ke situ dan tetap
tidak memenumkan siapa-siapa. Hal ini berulang berkali-kalai sehingga Prabu
Nagapercona keletihan mencari. Pada waktu beristirahat, Prabu Nagapercona
melihat ada sosok yang sedang berteriak menantang dirinya. Dengan rasa ingin
tahu, didekatilah sosok itu. Ternyata sosok itu adalah Jabang Tutuka.
Terkejutlah Prabu Nagapercona ketika melihat sosok itu
ternyata anak kecil. Ketika sudah dekat dengan Jabang Tutuka, tanpa ba bi bu,
Prabu Nagapercona langsung menganyunkan gada raksasanya ke tubuh Jabang Tutuka.
Beruntunglah Jabang Tutuka yang sempat menghidar. Dan terjadilah kejar
mengejar. Pada suatu kesempatan, melompatlah Jabang Tutuka ke pundak Prabu
Nagapercona dan menanggalkan mahkota sang Prabu. Sang Prabu dengan cekatan
menangkap Jabang Tutuka dan meremas-remas tubuh Jabang Tutuka, tapi aneh
bukannya kesakitan, Jabang Tutuka malah ketawa cekikikan karena geli. Melihat
usahanya tidak berhasil, Prabu Nagapercona melempar Jabang Tutuka ke karang
dengan maksud membuat mati. Tapi dengan cekatan Jabang Tutuka melompat dari
tangan Prabu Nagapercona dan akhirnya dia bebas lagi.
Pertempuran berlanjut dengan seru, Prabu Nagapercona
mengejar dan menghantam membabi buta dan Jabang Tutuka dengan lincah
menghindar. Sampai-sampai waktu mengejar Jabang Tutuka, Prabu Nagapercona
menabrak batu karang dan mengakibatkan giginya copot satu. Dan Jabang Tutuka
segera menyambit batu ke muka Prabu Nagapercona dan mengakibatkan mata kirinya
bengkak. Meskipun hanya cidera ringan, Prabu Nagapercona merasa terhina oleh
derita yang didapat. Langsung saja Prabu Nagapercona melepaskan ajian yang
dapat membutakan mata ke arah Jabang Tutuka. Seketika itu juga Jabang Tutuka
buta. Tapi Jabang Tutuka tidak menyerah dan tetap melawan. Tapi apa dayanya,
Jabang Tutuka sudah tidak dapat melihat. Satu pukulan mendarat dikepalanya,
lalu tubuhnya dicekal oleh Prabu Nagapercona dan dibantinglah Jabang Tutuka ke
karang runcing. Dan matilah Jabang Tutuka.
Di tempat persembunyian, Batara Narada mengamati pertarungan
mereka. Dan menjadi amat bingung melihat Jabang Tutuka mati teraniaya. Setelah
Prabu Nagapercona pergi meninggalkan jasad Jabang Tutuka, baru Batara Narada
muncul dan menghampiri Jabang Tutuka dan dibawalah jasad Jabang Tutuka ke
Suralaya. Para dewata semua bingung atas apa yang terjadi. Mereka takut dan
malu karena kalau Bratasena tahu apa yang terjadi dengan anaknya, dia pasti
akan menyerang ke Suralaya. Akhirnya para dewata sepakat untuk meminta nasehat
dari Batara Guru. Batara Guru menjelaskan kalau dia akan meminta Yang Esa untuk
supaya Jabang Tutuka dihidupkan lagi dalam kedewasaannya. Tapi Batara Guru
merasa itu saja tidak cukup. Dan memerintahkan supaya Jabang Tutuka dipersakti
dengan cara digodok, dan digembleng di Kawah Candradimuka supaya dapat menjadi
anak yang dapat melawan Prabu Nagapercona.
Atas permintaan dari Batara Guru, Yang Maha Esa menghidupkan
Jabang Tutuka dalam keadaan dewasanya. Pada saat Jabang Tutuka terbangun, dia
bingung kenapa dia sudah tumbuh dewasa dan berada ditempat yang sangat indah.
Dan dijelaskanlah oleh Batara Narada kalau dia sedang berada di Suralaya dan
akan digembleng dikawah Candradimuka untuk menghadapi Prabu Nagapercona. Dengan
kebulatan tekad, Jabang Tutuka melompat kedalam kawah Candradimuka yang
laharnya panas mendidih berwarna merah-kemerahan. Menurut cerita perwayangan,
Jabang Tutuka tidak merasakan panasnya lahar tetapi dingin. Juga dipercaya para
dewata mencampurkan tembaga, timah, kawat, intan, dan berlian ke dalam kawah.
Baja dan besi pun dicampurkannya untuk membuat sempurna godogan. Terjadi
keajaiban lagi, tubuh Jabang Tutuka bertambah besar dan perkasa.
Setelah beberapa saat, keluarlah Jabang Tutuka dari kawah
dan disambut oleh para dewata. Kemudian Jabang Tutuka dibawa ke hadapan Batara
Guru dan diberi pakaian. Di luar sana, Prabu Nagapercona masih mencoba
mendobrak pintu Suralaya. Dan tiba-tiba kepalanya terpukul oleh sesuatu dan
tidak ada satupun orang yang melihat apa yang telah memukulnya. Prabu
Nagapercona kembali melangkah dan tiba-tiba pukulan datang menghantam
pasukannya. Sehingga pasukan dari Gilingwesi lari berantakan karena takut akan
pukulan tanpa bayangan. Akhirnya Prabu Nagapercona turun tangan dan menantang
perang empu pukulan tanpa bayangan itu.
Munculah Jabang Tutuka dan Prabu Nagapercona tidak mengenal
pemuda itu sebagai anak kecil yang telah ia binasakan tempo dulu. Ia memuji
pukulan Jabang Tutuka yang keras. Dan meminta pintu Suralaya dibuka. Jabang
Tutuka menyetujuinya tapi Prabu Nagapercona harus memenuhi beberapa persyaratan
dari Jabang Tutuka. Jabang Tutuka meminta Prabu Nagapercona menyimpan senjatanya
lalu bersender di batu gunung sambil menutup mata dan mulut. Jabang Tutuka
memerintahkan kalau Prabu Nagapercona melanggar maka akan gagal semua usahnya.
Pada kesempatan baik itu, Jabang Tutuka melayangkan pukulan bertubi-tubi ke
tubuh Prabu Nagapercona dengan leluasanya.
Marahlah Prabu Nagapercona dan dihajarlah Jabang Tutuka.
Pada serangan berikutnya dia gagal mengenai Jabang Tutuka yang cepat seperti
kilat. Akhirnya Prabu Nagapercona mengerahkan ajian pernah digunakan untuk
membutakan Jabang Tutuka. Tapi kali ini ajiannya tidak berhasil melukai Jabang
Tutuka. Jabang Tutuka berkata bahwa dulu dengan ajian itu Prabu Nagapercona
bisa membutakan matanya tapi sekarang sudah tidak bisa lagi. Terkejut setengah
mati Prabu Nagapercona mendengar tutur Jabang Tutuka. Karena bukankah Jabang
Tutuka telah dia binasakan dan kenapa pula Jabang Tutuka bisa hidup dan menjadi besar dan perkasa
seperti sekarang.
Prabu Nagapercona yang lagi bengong memikirkan masalah itu diserang
oleh Jabang Tutuka. Satu pukulan dan satu tendangan mendarat di dagu dan dada
Prabu Nagapercona. Setelah itu kejar mengejar terjadi lagi dan akhirnya tenaga
Prabu Nagapercona mulai meninggalkan tubuhnya. Pada kesempatan itu Jabang
Tutuka mengerahkan kekuatan penuhnya untuk memukul Prabu Nagapercona dan
binasalah Prabu itu. Ternyata pertarungan itu ditonton oleh para dewata dan
rombongan Arjuna. Arjuna dam rombongannya mendapat tugas dari Bratasena untuk
mencari tahu kabar Jabang Tutuka. Setelah perang tanding itu dimenangkan oleh
Jabang Tutuka, para dewata pun muncul dan mengucapkan selamat atas
kemenangannya.
Para dewata memberikan pujian-pujian dan nama-nama untuk
Jabang Tutuka. Batara Narada memberi nama Gatot Kaca, Batara Sambo memberi nama Melayangtengah, Batara Darma
menjuluki Kancing Jaya, Batara Brahma menjuluki Purabaya, Batara Kamajaya
memberi nama Satria Pringgandani, Batara Batu memberi nama Krincingwesi, Batara Surya
memberi nama Arimbisuta karena Jabang Tutuka adalah putra dari Dewi Arimbi, Batara Kurewa memberi nama Ideralam, Batara Pulandara
menjuluki Bimaputra, Batara Indra memberi nama Suryapringga.
Sementara rombongan Raden Arjuna menghampiri Jabang Tutuka
dan menanyakan nama ksatria yang telah membinasakan Raden Nagapercona.
Dijelaskanlah oleh para dewa duduk persoalan apa yang terjadi dengan Jabang
Tutuka. Dan disuruhlah Jabang Tutuka untuk bersujud didepan Randen Arjuna. Di
Pringgandani, Bratasena kedatangan tamu Raden Aradea yang sadar akan kesalahannya
dan ingin mengembalikan senjata Konta. Raden Aradea menghadap Raden Bratasena dan meminta maat. Tapi dasar sifat Raden Bratasena yang kasar, setelah mendengar permintaan maaf itu marahlah
Raden Bratasena dan menghajar Raden Aradea sampai babak belur. Sungguh
beruntung Raden Aradea karena Dewi Arimbi yang baik hati mencegah suaminya karena bukankah Raden
Aradea telah minta maaf dan Raden Aradea juga masih ada hubungan saudara dengan
suaminya. Pada kesempatan itu kaburlah Raden Aradea dan sejata Konta akhirnya
tidak dikembalikan kepada Raden Bratasena.
Pada perang Baratayudha, Raden Aradea yang telah berganti
nama menjadi Adipati Karna akan membinasakan Gatot Kaca dengan senjata Konta. Senjata Konta Adipati Karna tembus ke
dalam perut Gatot Kaca dan masuk ke sarungnya. Belum puas Raden Bratasena menghajar Raden Aradea, maka dikejarlah Raden Aradea. Tepat
diluar istana, langkah Raden Bratasena terhenti oleh rombongan Raden Arjuna beserta Jabang Tutuka.
Diterangkanlah apa yang terjadi dengan Jabang Tutuka dan Jabang Tutuka pun
memperlihatkan pusarnya kepada ayahnya. Tapi Raden Bratasena tidak mau mengakui
begitu saja maka ditantanglah Jabang Tutuka. Jabang Tutuka bersedia tapi tidak
mau membalas menyerang dan hanya menghindar dan menangkis. Karena kesaktian
Jabang Tutuka yang lincah dan tidak mempan pukulan, akhirnya Raden Bratasena
mengaku kalah. Dan diakuilah kalau pemuda itu oleh Raden Bratasena sebagai putranya.
Di dalam hutan, Pandu dan kedua istrinya hidup laksanan
pertapa. Mereka tidak lagi mengindahkan keinginan akan kemewahan atau bahkan
kekuasaan. Hanya satu hal yang mengganggu pikiran Pandu sesuai kepercayaannya
yaitu jika seorang lelaki tidak mempunyai keturunan laki-laki, maka hidupnya
akan berakhir di neraka. Tetapi dia sendiri punya masalah dengan hasrat seksual
karena kutukan sepasang Rishi yang menuntut kematiannya apabila dia bersenggama
dengan istrinya. Oleh karena itu, Pandu membicarakan hal ini dengan kedua
istrinya, maksudnya agar kedua istrinya mau mendapatkan anak dari para Rishi
yang hidup di hutan. Sama seperti dulu, Pandu juga lahir dari seorang Rishi
yang mendatangi ibundanya, janda raja wangsa Kuru.
Alih-alih mendapatkan persetujuan dari kedua istrinya, Pandu
mendapatkan pencerahan lain. Hal itu karena Kunti menceritakan anugerah yang
pernah diberikan oleh Rishi Durvasa yang mendatangi kerajaan ayahnya.
Anugerah berupa mantera untuk memanggil para Dewata agar mendapatkan karunia
berupa putra dari mereka. Pandu pun meminta Kunti memanggil Dewa Dharma. Maka
lahirlah Yudhistira yang baik kepribadiannya juga bijaksana. Konon rupa
Yudhistira sama persis dengan rupa Dewa Dharma.
Setahun kemudian, Pandu meminta Kunti melakukannya lagi.
Diundanglah Dewa Vayu (Bayu), Dewa yang terkuat dari antara para Dewa. Dari
Dewa Vayu lahirlah Bhimasena yang gagah perkasa. Bahkan dikatakan tidak akan
pernah ada orang yang lahir sedemikian kuat melebihi kekuatan Bhimasena. Dan
Bhimasena juga seorang yang amat pengasih. Dia begitu melindungi
saudara-saudaranya juga memperhatikan sesama manusia. Tahun berikutnya, Pandu
kembali meminta Kunti melahirkan anak baginya. Kunti pun memanggil Indradewa,
Dewa yang paling termasyhur di antara para Dewa. Dan lahirlah Arjuna. Seorang
yang dilahirkan sebagai pahlawan sejati juga memegang teguh ajaran kebenaran.
Melihat anak-anak yang dilahirkan Kunti begitu sempurna
masing-masingnya, Pandu pun menginginkan Kunti memanggil kembali Dewa yang
lain. Akan tetapi Kunti mengatakan bahwa mantera itu akan melanggar dharma
apabila digunakan lebih dari tiga kali. Mendengar hal itu, Pandu pun bersedih.
Melihat hal itu, Kunti menjanjikan akan mengajar Madrim, istri Pandu yang lain
untuk merapal mantera tersebut. Dan Madrim pun melaksanakan niat itu, dia
memanggil Sang Kembar, tabib para Dewata, Ashwin Kumar. Maka Madrim dianugerahi
sepasang anak kembar yang tampan-tampan yaitu Nakula dan Sadewa. Tidak cuma
tampan, Nakula dan Sadewa memiliki keberanian dan kebijaksaan juga. Bersamaan
dengan kelahiran Bhimasena, Permaisuri Gandhari pun melahirkan putera
pertamanya yaitu Duryodhana. Setelah itu, istri Raja Dhristrata itu juga
melahirkan 99 putera dan 1 orang puteri.
Ketika Duryodhana lahir, Raja Dhristrata mendapatkan firasat
yang tidak baik. Dia pun membicarakan hal itu dengan Widura, adiknya yang lahir
dari dayang Ibundanya. Widura mengatakan bahwa kelahiran Duryodhana mengawali
kejadian yang paling mengerikan yang akan menimpa seluruh keluarga yaitu
lenyapnya dinasti Kuru. Akan tetapi karena baru mendapatkan putera mahkota
calon penggantinya, Raja Dhristrata tidak menghiraukan firasat dan makna yang
diungkapkan oleh Widura. Sementara itu, setelah hidup layaknya pertapa dengan
bahagia selama 15 tahun lebih, di saat Kunti dan anak-anaknya berjalan-jalan ke
dalam hutan, Pandu hanya tinggal berdua bersama Madrim istrinya di dalam
Ashram. Karena sudah lama tidak memadu kasih, Pandu begitu terpesona oleh
kecantikan Madri, istrinya itu, hingga lupa akan kutukan sepasang Rishi yang
pernah dipanahnya ketika dalam wujud rusa. Sebelum sempat mencumbu istrinya,
Pandu pun meninggal.
Madrim sangat terpukul atas kejadian ini. Dia menyalahkan
diri tidak bisa menahan nafsu suaminya agar tidak mencumbu dirinya hingga
berakibat kematian Pandu. Dia meraung sekeras-kerasnya, hingga terdengar oleh
Kunti dan anak-anaknya di dalam hutan. Madrim memutuskan untuk ikut membakar
diri bersama dengan pembakaran mayat Pandu. Sementara Kunti yang lebih
memikirkan nasib anak-anaknya kelak memilih kembali ke Hastinapura bersama para
Pandawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar